22 November 2021

Ngeblog

Bisa jadi adalah satu-satunya cara bagi sebagian orang untuk berkontemplasi. Berbicara pada diri sendiri. Merenungi setiap momen yang terjadi dan setiap waktu yang terlewati.

Ketika social media sudah cukup riuh dengan segala update yang tidak ada habisnya. Ketika handphone selalu berdering dengan segala macam notifikasinya. Ketika kesibukan datang silih berganti seakan tidak ada habisnya. 

Bisa jadi blog adalah ruang paling lega untuk menyendiri. Menyelami isi kepala sendiri.

Share:

Sawang Sinawang

Yang sedang SMA ingin segera kuliah, yang sedang kuliah ingin kembali merasakan masa-masa SMA. 

Yang sendirian berpikir yang punya pasangan hidupnya lebih berwarna, yang sudah punya pasangan merasa yang sendirian lebih merdeka. 

Yang sedang kuliah sering merasa iri dengan jurusan lainnya, yang sudah pindah jurusan ternyata tetap ingin kuliah di jurusan yang lainnya. 

Yang belum menikah berpikir yang menikah hidupnya bahagia, yang sudah menikah kadang terus kecewa karena pasangan yang ternyata tidak sesuai kriteria. 

Yang belum punya anak berpikir yang punya anak lebih bahagia, yang sudah punya anak sibuk dihujani omongan kurang mengenakkan dari mertua dan para tetangga.

Yang belum punya anak merasa yang punya anak lebih bahagia, yang sudah punya anak kangen bisa nonton di bioskop dengan leluasa.

Yang lahiran normal sering mencibir yang lahiran caesar karena tidak merasakan sakit katanya, yang lahiran caesar membantah dan membalas mencibir yang lahiran normal karena sakitnya cuma sesaat saja.

Yang terlihat bahagia, belum tentu bahagia.
Yang terlihat tidak bahagia, belum tentu tidak bahagia. 

Bagaimanapun kondisi kita, akan selalu ada celah untuk berkeluh kesah. 
Padahal mau bahagia ataupun susah, semuanya adalah bagian dari kisah. 

Layaknya kisah, hidup tidak perlu dibanding-bandingkan. Sebagaimana film. 
Hanya karena Sutradaranya sama, bukan berarti jalan cerita semua filmnya harus serupa.
Share:

Rindu

Seringkali dia berada di antara kelopak mata ibu, yang sabar menanti kepulanganmu.

Kadang kala dia berada di atas sajadah. Di antara dahi yang bersujud, dan telapak yang menengadah. 
Share:

18 November 2021

Isyana

Sudah bukan rahasia lagi kalau Reza Rahadian adalah salah satu bintang film yang paling diidolakan banyak orang. Termasuk oleh sesama pelaku peran. Karena memang sebaik itu kualitas aktingnya. Apapun peran yang diberikan pasti akan selalu dilahap dengan mudah.

Sementara banyak aktor harus mengkondisikan suasana sekitar untuk bisa akting dengan maksimal, Reza Rahadian seringkali mengisi waktu di sela-sela jeda syuting dengan ngobrol bersama kru. Dan ketika waktunya take gambar bisa langsung akting dengan penuh penghayatan. Begitu setidaknya yang saya baca dari keterangan Ernest Prakasa dalam bukunya, Setengah Jalan. 

Reza Rahadian di dunia peran itu bisa jadi ibarat messi di dunia sepakbola. Terlalu tinggi kalau diukur dengan standar yang ada. Jadi harus dibikinkan standar sendiri.

Kalau di dunia musik, sepertinya Isyana Sarasvati orangnya. Karena Isyana bisa menyanyikan lagu bermacam genre dengan kualitas yang sama istimewanya. 

Sebagai bukti terbaru, ketika pertama kali mendengar lagu terbarunya bersama Ardhito dan Diskoria, saya pikir yang menyanyi adalah Sari, vokalis White Shoes and Couples Company. Karena karakter suaranya sangat mirip suara Sari. 


Pun ketika menyanyikan lagu rock dari Iwan Fals atau Dewa, karakter suaranya benar-benar menyatu dengan lagunya. Seakan-akan itu lagu Isyana sendiri. 



Beruntungnya kita, bisa hidup sezaman dengan orang-orang yang kualitasnya seperti Reza dan Isyana. Sehingga bisa menikmati karya-karya istimewa mereka.

Dan mungkin sudah saatnya bagi kita, untuk belajar dari mereka berdua. Agar orang-orang di sekitar kita juga bersyukur karena pernah hidup semasa dengan kita. 

Share:

07 November 2021

Merdeka Membaca Dulu, Merdeka Belajar Kemudian

Jargon merupakan salah satu instrumen tak terpisahkan dalam perjalanan bangsa Indonesia. Mulai zaman pra-kemerdekaan, jargon memegang peran penting dalam menjaga semangat dan fokus kita dalam mengawal visi misi kita sebagai bangsa.

Maka tidak mengherankan kalau sebagian besar tokoh pergerakan sangat pandai membuat jargon, beretorika, dan memainkan psikologi massa. Sebut saja Bung Karno. Sang raja podium.

Namun semakin ke sini, jargon menjadi sebuah ironi. Alih-alih menjadi pelecut dan penyemangat, jargon seringkali menjadi sebuah paradoks. Yang menjadi bumerang bagi yang mempunyai jargon itu sendiri. Lebih-lebih di zaman ketika politik transaksional semakin merajalela. Jargon semakin tiada arti. Karena hampir di setiap pemilu dan pilkada, kita dijejali jargon demi jargon. Yang seringkali hanya menjadi pemanis bibir saja, sebelum akhirnya dilupakan begitu saja ketika sudah jadi.

Pemerintah pun setali tiga uang. Masih rajin menggunakan jargon demi jargon untuk mempromosikan kebijakannya. Namun sayangnya, produktivitas pemerintah dalam membuat jargon tidak diimbangi dengan produktivitas dalam membuat kebijakan yang terukur, terarah, dan tepat guna. Padahal yang kedua itu yang dibutuhkan oleh para pelaku kebijakan.

Salah satu jargon yang ramai dibahas akhir-akhir ini adalah merdeka belajar. Secara konsep, merdeka belajar itu sangat bagus. Karena memang seperti itulah pendidikan seharusnya. Dan seperti itulah pendidikan yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang memerdekakan dan memanusiakan manusia.

Tapi sayangnya, dalam tataran teknis, konsep merdeka belajar yang sering dibicarakan oleh kementerian pendidikan sampai saat ini masih sangat abstrak. Oleh karenanya, perlu diterjemahkan dalam aturan tertulis sehingga para guru sebagai pelaku kebijakan tidak kebingungan.

Daripada pemerintah mengampanyekan merdeka belajar, alangkah lebih baiknya pemerintah mengampanyekan merdeka membaca. Karena secara teknis, merdeka membaca itu jauh lebih mudah untuk diimplementastikan. Karena kuncinya adalah menghadirkan bacaan-bacaan berkualitas kepada peserta didik. Yang bisa diakses secara mudah dan murah, bahkan gratis. Kemudian biarkan anak-anak menentukan sendiri buku yang ingin mereka baca. Inilah yang dinamakan merdeka membaca.

Karena sampai saat ini, masalah pendidikan kita adalah kesenjangan kualitas sarana dan pra sarana pendidikan. Termasuk di dalamnya ketersediaan buku dan perpustakaan. Maka dari itu, perlu diambil langkah strategis untuk menghadirkan bacaan-bacaan berkualitas kepada semua anak-anak di Indonesia.

Salah satu caranya adalah dengan membuat undang-undang yang mewajibkan adanya alokasi anggaran untuk perpustakaan desa di dalam dana desa. Dengan adanya alokasi dana bagi perpustakaan, maka 2 masalah sekaligus akan teratasi. Rendahnya daya beli buku dan rendahnya daya literasi.


Share:

Antara Jembatan dan Komunikasi

"Dunia komunikasi bisa jadi adalah salah satu dunia paling aneh dan absurd. Karena di dunia komunikasi sering sekali terjadi salah paham. Di dunia komunikasi, apa yang kita lempar kadang tidak sama dengan yang diterima orang. Kalau di dunia nyata, kita melempar bola, orang nangkapnya bola. Tapi tidak dengan komunikasi. Kadang kita melempar A, orang nangkapnya Z. Yang notabene sangat jauh dari A". Kurang lebih begitu kata Pandji dalam berbagai kesempatan. Termasuk dalam salah satu tour show standup komedinya.

Maka jangan heran kalau dalam hidup kita kadang menemukan kejadian-kejadian yang luar biasa karena masalah komunikasi. Suami-istri bertengkar sampai cerai, anak yang merasa tidak dicintai orang tua, orang tua yang merasa tidak dihormati anak. Itu masih dalam lingkup kecil. Kalau diperluas lagi bisa sampai DPR yang tidak mendengarkan suara rakyat. Dan sedihnya yang terakhir itu sudah lama terjadi di Indonesia.

Maka dari situ, dibutuhkan jembatan. Agar komunikasi itu tidak berlangsung di ruang hampa. Agar ada kesinambungan antara yang diajak komunikasi dengan yang dikomunikasikan. Salah satu caranya adalah dengan mendengarkan. Kunci komunikasi adalah mau mendengarkan.

Tuhan memberi kita 2 telinga dan 1 mulut itu bukan tanpa tujuan tentunya. Jadi sudah semestinya kita memberi telinga lebih banyak porsi daripada mulut ketika berkomunikasi.

Share:

Puasa

Bisa jadi, sebaik-baik bentuk syukur adalah puasa.

Karena esensi syukur adalah: "tidak menggunakan nikmat yang telah diberikanNya untuk bermaksiat kepadaNya", kata Imam Junaid Al Baghdadi.

Maka dari itu, puasa adalah bentuk syukur terbaik.

Bukan puasa yang cuma sekadar menahan lapar dan dahaga tentunya.

Tapi puasa dari bermaksiat kepadaNya dengan nikmat yang telah diberikanNya.

Share:

Menundukkan Pandangan

Bukan berarti tidak melihat lawan jenis sama sekali.

Tapi lebih ke melihat lawan jenis sebagai makhluk sosial dan makhluk intelektual, bukan sebatas objek seksual.

Karena tidak melihat tapi sering membayangkan itu jauh lebih membahayakan.

Pandangan mata ada batasnya.

Sementara imajinasi lintas dimensi.

Share:

Berubah

Pernahkah kalian mendengarkan sebuah lagu yang sudah lama tidak kalian dengarkan kemudian mendadak suka? padahal ketika mendengarkan di masa lalu rasanya biasa saja.

Seperti itulah yang saya rasakan beberapa hari ini ketika mendengarkan lagu yang satu ini.

Saya pertama kali tahu band Two Door Cinema Club ketika masih berada di bangku kuliah. Karena di masa-masa itu saya cukup rajin main PES. Dan ada salah satu lagu dari Two Door Cinema Club yang menjadi original soundtrack-nya.

Sementara lagu Changing of The Seasons sendiri baru saya dengarkan beberapa waktu setelahnya. Dan di saat itu saya merasa biasa saja. Suka, tapi ya suka saja. Tidak terlalu istimewa.

Tapi beberapa waktu yang lalu, ketika saya dengarkan seksama dan saya pahami liriknya, ternyata isi lagunya tidak jauh berbeda dengan lagu-lagu jawa khas Didi Kempot. Seputar patah hati. 

Ketika pertama kali mendengarkan lagunya, saya pikir lirik lagunya tidak semelow itu. Karena lagunya sendiri cukup nge-beat. Tapi ternyata tidak semua patah hati harus ditangisi. Ada kalanya patah hati harus dinikmati, bahkan dijogeti.

Dan hari ini, sudah tidak terhitung saya berapa kali memutar lagu ini di sela-sela kesibukan saya di depan laptop. Yang jelas, lagu ini saya mode repeat. Baik ketika saya dengarkan melalui Youtube maupun melalui Spotify. 

Dari lagu ini saya jadi sadar, bahwa tidak semua cinta harus bertamu di pertemuan pertama. 

Ada kalanya cinta baru bertamu, ketika kita sudah tidak lama bertemu.

Share: