02 Desember 2021

Kurang Setrum

Hari ini rencana mau jenguk tetangga yang sedang sakit, ternyata mobil tidak mau nyala. 

Sudah lama sekali memang saya sekeluarga tidak keluar naik mobil. Minggu kemarin sempat jalan-jalan sih. Tapi rombongan. Jadinya nggak nyetir sendiri. Seingat saya, terakhir kali saya bawa mobil sendiri itu sebulan yang lalu, pas nikahan sepupu di Mojokerto.

Saya sendiri tiap hari kerja di rumah selama 2 tahun ini. Jadi praktis jarang sekali bepergian keluar kota. Kalau tidak pulkam ke Mojokerto atau ada kebutuhan yang cukup mendesak, jarang sekali saya naik mobil.

Berhubung mobil memang sejak awal saya plot untuk jadi kendaraan jarak jauh saja, jadi biasanya mobil cuma saya panasin mesinnya tiap 3-5 hari sekali. Tapi ternyata itu tidak cukup. Hari ini akhirnya akinya kurang listrik. Dan harus dicas dulu hampir setengah haru baru bisa dipakai lagi.

Ternyata mesin mobil dan manusia tidak jauh berbeda, ya.

Kalau didiemin beberapa hari tanpa ada kabar juga pasti gondok. Sedih.

Hubungan apapun kalau tidak ada komunikasi selama beberapa hari pasti jadi hambar. 

Layaknya sayur yang perlu dihangatkan agar bisa tetap dinikmati. Sebaik-baik penghangat bagi hubungan adalah komunikasi. Biar setrumnya terus ada. Biar hangatnya tetap terasa. 

Yang jelas, komunikasi tidak harus selalu dengan kata. Karena terkadang, satu pelukan dari pasangan jauh lebih menghangatkan daripada sejuta ucapan cinta di chat WA.

Tapi buat para pejuang cinta, beda lagi. Satu kata rindu kadang terasa jauh lebih menghangatkan daripada sepiring Indomie.

---

Mobil yang jarang dipanaskan mesinnya masih ada harapan dengan setrum aki. Tapi bagaimana dengan cinta yang sudah terlanjur mati? adakah di sana yang mau memberikan asuransi? 

Share:

22 November 2021

Ngeblog

Bisa jadi adalah satu-satunya cara bagi sebagian orang untuk berkontemplasi. Berbicara pada diri sendiri. Merenungi setiap momen yang terjadi dan setiap waktu yang terlewati.

Ketika social media sudah cukup riuh dengan segala update yang tidak ada habisnya. Ketika handphone selalu berdering dengan segala macam notifikasinya. Ketika kesibukan datang silih berganti seakan tidak ada habisnya. 

Bisa jadi blog adalah ruang paling lega untuk menyendiri. Menyelami isi kepala sendiri.

Share:

Sawang Sinawang

Yang sedang SMA ingin segera kuliah, yang sedang kuliah ingin kembali merasakan masa-masa SMA. 

Yang sendirian berpikir yang punya pasangan hidupnya lebih berwarna, yang sudah punya pasangan merasa yang sendirian lebih merdeka. 

Yang sedang kuliah sering merasa iri dengan jurusan lainnya, yang sudah pindah jurusan ternyata tetap ingin kuliah di jurusan yang lainnya. 

Yang belum menikah berpikir yang menikah hidupnya bahagia, yang sudah menikah kadang terus kecewa karena pasangan yang ternyata tidak sesuai kriteria. 

Yang belum punya anak berpikir yang punya anak lebih bahagia, yang sudah punya anak sibuk dihujani omongan kurang mengenakkan dari mertua dan para tetangga.

Yang belum punya anak merasa yang punya anak lebih bahagia, yang sudah punya anak kangen bisa nonton di bioskop dengan leluasa.

Yang lahiran normal sering mencibir yang lahiran caesar karena tidak merasakan sakit katanya, yang lahiran caesar membantah dan membalas mencibir yang lahiran normal karena sakitnya cuma sesaat saja.

Yang terlihat bahagia, belum tentu bahagia.
Yang terlihat tidak bahagia, belum tentu tidak bahagia. 

Bagaimanapun kondisi kita, akan selalu ada celah untuk berkeluh kesah. 
Padahal mau bahagia ataupun susah, semuanya adalah bagian dari kisah. 

Layaknya kisah, hidup tidak perlu dibanding-bandingkan. Sebagaimana film. 
Hanya karena Sutradaranya sama, bukan berarti jalan cerita semua filmnya harus serupa.
Share:

Rindu

Seringkali dia berada di antara kelopak mata ibu, yang sabar menanti kepulanganmu.

Kadang kala dia berada di atas sajadah. Di antara dahi yang bersujud, dan telapak yang menengadah. 
Share:

18 November 2021

Isyana

Sudah bukan rahasia lagi kalau Reza Rahadian adalah salah satu bintang film yang paling diidolakan banyak orang. Termasuk oleh sesama pelaku peran. Karena memang sebaik itu kualitas aktingnya. Apapun peran yang diberikan pasti akan selalu dilahap dengan mudah.

Sementara banyak aktor harus mengkondisikan suasana sekitar untuk bisa akting dengan maksimal, Reza Rahadian seringkali mengisi waktu di sela-sela jeda syuting dengan ngobrol bersama kru. Dan ketika waktunya take gambar bisa langsung akting dengan penuh penghayatan. Begitu setidaknya yang saya baca dari keterangan Ernest Prakasa dalam bukunya, Setengah Jalan. 

Reza Rahadian di dunia peran itu bisa jadi ibarat messi di dunia sepakbola. Terlalu tinggi kalau diukur dengan standar yang ada. Jadi harus dibikinkan standar sendiri.

Kalau di dunia musik, sepertinya Isyana Sarasvati orangnya. Karena Isyana bisa menyanyikan lagu bermacam genre dengan kualitas yang sama istimewanya. 

Sebagai bukti terbaru, ketika pertama kali mendengar lagu terbarunya bersama Ardhito dan Diskoria, saya pikir yang menyanyi adalah Sari, vokalis White Shoes and Couples Company. Karena karakter suaranya sangat mirip suara Sari. 


Pun ketika menyanyikan lagu rock dari Iwan Fals atau Dewa, karakter suaranya benar-benar menyatu dengan lagunya. Seakan-akan itu lagu Isyana sendiri. 



Beruntungnya kita, bisa hidup sezaman dengan orang-orang yang kualitasnya seperti Reza dan Isyana. Sehingga bisa menikmati karya-karya istimewa mereka.

Dan mungkin sudah saatnya bagi kita, untuk belajar dari mereka berdua. Agar orang-orang di sekitar kita juga bersyukur karena pernah hidup semasa dengan kita. 

Share:

07 November 2021

Merdeka Membaca Dulu, Merdeka Belajar Kemudian

Jargon merupakan salah satu instrumen tak terpisahkan dalam perjalanan bangsa Indonesia. Mulai zaman pra-kemerdekaan, jargon memegang peran penting dalam menjaga semangat dan fokus kita dalam mengawal visi misi kita sebagai bangsa.

Maka tidak mengherankan kalau sebagian besar tokoh pergerakan sangat pandai membuat jargon, beretorika, dan memainkan psikologi massa. Sebut saja Bung Karno. Sang raja podium.

Namun semakin ke sini, jargon menjadi sebuah ironi. Alih-alih menjadi pelecut dan penyemangat, jargon seringkali menjadi sebuah paradoks. Yang menjadi bumerang bagi yang mempunyai jargon itu sendiri. Lebih-lebih di zaman ketika politik transaksional semakin merajalela. Jargon semakin tiada arti. Karena hampir di setiap pemilu dan pilkada, kita dijejali jargon demi jargon. Yang seringkali hanya menjadi pemanis bibir saja, sebelum akhirnya dilupakan begitu saja ketika sudah jadi.

Pemerintah pun setali tiga uang. Masih rajin menggunakan jargon demi jargon untuk mempromosikan kebijakannya. Namun sayangnya, produktivitas pemerintah dalam membuat jargon tidak diimbangi dengan produktivitas dalam membuat kebijakan yang terukur, terarah, dan tepat guna. Padahal yang kedua itu yang dibutuhkan oleh para pelaku kebijakan.

Salah satu jargon yang ramai dibahas akhir-akhir ini adalah merdeka belajar. Secara konsep, merdeka belajar itu sangat bagus. Karena memang seperti itulah pendidikan seharusnya. Dan seperti itulah pendidikan yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang memerdekakan dan memanusiakan manusia.

Tapi sayangnya, dalam tataran teknis, konsep merdeka belajar yang sering dibicarakan oleh kementerian pendidikan sampai saat ini masih sangat abstrak. Oleh karenanya, perlu diterjemahkan dalam aturan tertulis sehingga para guru sebagai pelaku kebijakan tidak kebingungan.

Daripada pemerintah mengampanyekan merdeka belajar, alangkah lebih baiknya pemerintah mengampanyekan merdeka membaca. Karena secara teknis, merdeka membaca itu jauh lebih mudah untuk diimplementastikan. Karena kuncinya adalah menghadirkan bacaan-bacaan berkualitas kepada peserta didik. Yang bisa diakses secara mudah dan murah, bahkan gratis. Kemudian biarkan anak-anak menentukan sendiri buku yang ingin mereka baca. Inilah yang dinamakan merdeka membaca.

Karena sampai saat ini, masalah pendidikan kita adalah kesenjangan kualitas sarana dan pra sarana pendidikan. Termasuk di dalamnya ketersediaan buku dan perpustakaan. Maka dari itu, perlu diambil langkah strategis untuk menghadirkan bacaan-bacaan berkualitas kepada semua anak-anak di Indonesia.

Salah satu caranya adalah dengan membuat undang-undang yang mewajibkan adanya alokasi anggaran untuk perpustakaan desa di dalam dana desa. Dengan adanya alokasi dana bagi perpustakaan, maka 2 masalah sekaligus akan teratasi. Rendahnya daya beli buku dan rendahnya daya literasi.


Share:

Antara Jembatan dan Komunikasi

"Dunia komunikasi bisa jadi adalah salah satu dunia paling aneh dan absurd. Karena di dunia komunikasi sering sekali terjadi salah paham. Di dunia komunikasi, apa yang kita lempar kadang tidak sama dengan yang diterima orang. Kalau di dunia nyata, kita melempar bola, orang nangkapnya bola. Tapi tidak dengan komunikasi. Kadang kita melempar A, orang nangkapnya Z. Yang notabene sangat jauh dari A". Kurang lebih begitu kata Pandji dalam berbagai kesempatan. Termasuk dalam salah satu tour show standup komedinya.

Maka jangan heran kalau dalam hidup kita kadang menemukan kejadian-kejadian yang luar biasa karena masalah komunikasi. Suami-istri bertengkar sampai cerai, anak yang merasa tidak dicintai orang tua, orang tua yang merasa tidak dihormati anak. Itu masih dalam lingkup kecil. Kalau diperluas lagi bisa sampai DPR yang tidak mendengarkan suara rakyat. Dan sedihnya yang terakhir itu sudah lama terjadi di Indonesia.

Maka dari situ, dibutuhkan jembatan. Agar komunikasi itu tidak berlangsung di ruang hampa. Agar ada kesinambungan antara yang diajak komunikasi dengan yang dikomunikasikan. Salah satu caranya adalah dengan mendengarkan. Kunci komunikasi adalah mau mendengarkan.

Tuhan memberi kita 2 telinga dan 1 mulut itu bukan tanpa tujuan tentunya. Jadi sudah semestinya kita memberi telinga lebih banyak porsi daripada mulut ketika berkomunikasi.

Share:

Puasa

Bisa jadi, sebaik-baik bentuk syukur adalah puasa.

Karena esensi syukur adalah: "tidak menggunakan nikmat yang telah diberikanNya untuk bermaksiat kepadaNya", kata Imam Junaid Al Baghdadi.

Maka dari itu, puasa adalah bentuk syukur terbaik.

Bukan puasa yang cuma sekadar menahan lapar dan dahaga tentunya.

Tapi puasa dari bermaksiat kepadaNya dengan nikmat yang telah diberikanNya.

Share:

Menundukkan Pandangan

Bukan berarti tidak melihat lawan jenis sama sekali.

Tapi lebih ke melihat lawan jenis sebagai makhluk sosial dan makhluk intelektual, bukan sebatas objek seksual.

Karena tidak melihat tapi sering membayangkan itu jauh lebih membahayakan.

Pandangan mata ada batasnya.

Sementara imajinasi lintas dimensi.

Share:

Berubah

Pernahkah kalian mendengarkan sebuah lagu yang sudah lama tidak kalian dengarkan kemudian mendadak suka? padahal ketika mendengarkan di masa lalu rasanya biasa saja.

Seperti itulah yang saya rasakan beberapa hari ini ketika mendengarkan lagu yang satu ini.

Saya pertama kali tahu band Two Door Cinema Club ketika masih berada di bangku kuliah. Karena di masa-masa itu saya cukup rajin main PES. Dan ada salah satu lagu dari Two Door Cinema Club yang menjadi original soundtrack-nya.

Sementara lagu Changing of The Seasons sendiri baru saya dengarkan beberapa waktu setelahnya. Dan di saat itu saya merasa biasa saja. Suka, tapi ya suka saja. Tidak terlalu istimewa.

Tapi beberapa waktu yang lalu, ketika saya dengarkan seksama dan saya pahami liriknya, ternyata isi lagunya tidak jauh berbeda dengan lagu-lagu jawa khas Didi Kempot. Seputar patah hati. 

Ketika pertama kali mendengarkan lagunya, saya pikir lirik lagunya tidak semelow itu. Karena lagunya sendiri cukup nge-beat. Tapi ternyata tidak semua patah hati harus ditangisi. Ada kalanya patah hati harus dinikmati, bahkan dijogeti.

Dan hari ini, sudah tidak terhitung saya berapa kali memutar lagu ini di sela-sela kesibukan saya di depan laptop. Yang jelas, lagu ini saya mode repeat. Baik ketika saya dengarkan melalui Youtube maupun melalui Spotify. 

Dari lagu ini saya jadi sadar, bahwa tidak semua cinta harus bertamu di pertemuan pertama. 

Ada kalanya cinta baru bertamu, ketika kita sudah tidak lama bertemu.

Share:

20 Juli 2021

Melihat Jokpin Berduka

Joko Pinurbo merupakan salah satu penyair favorit saya. Khususnya dalam beberapa tahun terakhir. Makanya beberapa tahun yang lalu, saya sempat mengabadikan beberapa puisi karya Jokpin yang saya sukai di sini.

Dan di tahun ini, Jokpin kembali membuat saya jatuh hati lagi melalui puisi-puisinya yang bertemakan kemanusiaan di masa pandemi. Berikut ini beberapa di antaranya.



Panjang umur, Mas Jokpin. Terima kasih telah menyuarakan keresahan banyak orang. Dan terima kasih telah mengajari kami cara yang sangat elegan untuk bereligi. Yakni dengan beribadah puisi.



Share:

19 April 2021

Dedikasi

Dedikasi itu seperti apa?

Seperti halnya Mbah KH. Anwar Manshur Lirboyo yang mampu duduk berjam-jam untuk mengaji dan mengkaji ilmu agama bersama para santrinya. Di bulan puasa. Tanpa makan dan minum. Di usianya yang sudah sangat senja.


Hidupnya dihibahkan sepenuhnya untuk mendidik santri. Seperti itulah dedikasi.

Share:

15 April 2021

Didengarkan

Salah satu perasaan paling membahagiakan dalam hidup adalah ketika seseorang mengingat kata-kata yang pernah kita ucapkan. Rasanya menyenangkan sekali ketika mengetahui bahwa ternyata ada orang yang benar-benar menyimak dan mendengarkan ucapan kita. Meskipun tidak jarang yang kita ucapkan tidak terlalu penting juga sebenarnya.

Kalau kalian belum pernah merasakan apa yang saya ceritakan, cobalah bikin blog. Tulis apa saja yang menarik minat kalian. Jangan beritahu alamat blog kalian ke teman-teman kalian. Biarkan blog kalian ditemukan secara tidak sengaja oleh orang-orang yang tidak kalian kenal dan tidak kenal kalian. Perbarui terus konten blog kalian, sampai suatu saat ada seseorang yang mengomentari tulisan kalian. Dan di saat itulah, kalian akan tahu soal rasa yang sedang saya bicarakan.


Share:

24 Februari 2021

Hidup Abadi

Kunci hidup abadi itu satu, bermanfaat sebanyak-banyaknya. Karena itu adalah satu-satunya cara agar kita selalu hidup. Bahkan ketika jasad sudah menyatu bersama bumi.

Orang-orang yang hidupnya penuh manfaat, pada hakikatnya tidak pernah meninggal. Karena perjuangan dan pemikiran mereka abadi. Pemikiran mereka masih banyak dibahas di sana sini. Makam mereka masih begitu sering dikunjungi.

Sementara banyak sekali orang yang masih hidup tidak ada yang membahas dan mengunjungi sama sekali. Hidup dan matinya tidak ada bedanya. Karena tidak membawa arti sama sekali bagi sesama. Disebut hidup, tidak melakukan apa-apa. Disebut mati, masih menghabiskan apa-apa.

Semoga kita bukan termasuk yang kedua. Kalaupun tidak bisa dikenang dan didoakan oleh semua orang sebagaimana Gus Dur, semoga keluarga terdekat kita selalu mengenang kita sebagai pribadi yang bermanfaat. Setidak-tidaknya bagi keluarga.
Share:

20 Februari 2021

Tafakkur

Target saya selama usia 30-an ini sederhana saja. Lebih banyak bertafakkur. Sebagaimana yang didokumentasikan secara bagus dalam salah satu qashidah paling saya sukai sepanjang masa.



Bicara soal sholawat dan qashidah, jadi kangen masa-masa di Ponpes Darul Falah, Jepara dulu. Karena di sela-sela waktu ngaji dan jamaah, ndalem selalu memutarkan qashidah yang dihubungkan ke sound system pondok. Jadi lumayan buat refreshing setelah menjalani rutinitas pondok yang cukup berat dan melelahkan.

Dan itu sudah 18 tahun yang lalu.

Sudah begitu jauh salah satu momen terbaik dalam hidup saya berlalu. Tapi kenangannya masih terus tertanam kuat di dalam hati. Mondok di Jepara mengajarkan saya, bahwa ukuran bagi cinta bukanlah waktu, melainkan kualitas pengalaman hati. Banyak orang ditakdirkan untuk hidup bersama secara singkat, tapi meskipun begitu, cinta yang tertanam begitu kuat. Sehingga tak pernah terpikir sedetik pun untuk menjalin hubungan lagi, bahkan setelah pasangan berpuluh tahun melangkah menuju keabadian.

Karena kualitas pengalaman hati itu tidak bisa ditukar dengan apapun. Pengalaman terbaik yang pernah kita alami dan rasakan, akan selalu tertanam kuat dalam hati kita. Dan di situlah cinta berada. Dalam dimensi yang tidak pernah lekang oleh perubahan tempat dan waktu. Dalam dimensinya sendiri, dimensi hati.


Share:

Menuju 10 Yang Ketiga

Sudah 12 tahun berselang sejak pertama kali menginjakkan kaki di ITS, kampus yang banyak mewarnai hari-hariku di masa peralihan antara usia belasan dengan dua puluhan.

Kini Kay sudah berusia 4 tahun. Sudah mulai lancar bersepeda tanpa roda bantuan lagi. Padahal rasanya baru kemarin saja dia lahir. Sungguh, begitu cepat waktu berlalu.

Dan di malam ini, aku sudah berada tepat di depan gerbang usia 30-an. Mungkin inilah saatnya untuk mengucapkan selamat tinggal, "Mas-mas", dan selamat datang "Om-om".

Terima kasih banyak, Tuhan.

Terima kasih banyak atas semuanya.

رضيت بالله رباً وبالإسلام ديناً وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا ورسولا

Terima kasih juga kepada semua keluarga dan teman-teman yang sudah membuat perjalanan ini sungguh menyenangkan. Meskipun tidak jarang saya menyesali masa lalu, tapi kalau disuruh kembali ke masa lalu dan diberi hak untuk memilih keluarga dan teman-teman lagi, dengan yakin saya akan memilih keluarga dan teman-teman saya sekarang ini.

Tuhan sungguh begitu baik. Yang tidak baik itu saya, dan semua perilaku saya selama ini. Yang telah menyia-nyiakan semua yang telah Dia beri dan anugerahkan.

Sekali lagi, terima kasih, Tuhan.

Terima kasih.


Share:

Penasaran Dulu, Belajar Kemudian

Mengapa banyak orang suka sulap? Karena sulap membuat kita takjub dan penasaran.

Diakui atau tidak, para guru harus belajar pada tukang sulap. Karena ilmu seringkali dihadirkan sebagai beban, bukan sebagai hal yang membuat takjub dan penasaran.

Tugas utama pendidikan sebenarnya adalah membiasakan peserta didik untuk penasaran. Dan tugas guru adalah memantik rasa penasaran itu.

Ketika Ilmu dihadirkan sebagai beban, maka ia akan dihindari dan cenderung diabaikan. Maka dari itu, Ilmu harus dihadirkan sebagai pembawa rasa penasaran. Karena dengan begitu, peserta didik tidak akan pernah berhenti untuk mencarinya. Dengan tanpa beban, tapi demi mengobati penasaran.

Penasaran dulu, belajar kemudian.


Share: