20 Februari 2014

Teman Seperjalanan

Seringkali, teman seperjalanlah yang menjadikan sebuah perjalanan menjadi sangat menyenangkan dan berkesan.
Saya pikir, kita semua sepakat soal itu. Yang menjadikan sebuah perjalanan terasa menyenangkan seringkali memang bukan hanya destinasinya, tapi lebih dari itu, teman seperjalanan-lah yang paling besar pengaruhnya.

Kalau teman seperjalanan itu tidak terlalu penting, saya pikir orang-orang tidak akan pernah disibukkan oleh pasangan. Kita semua sibuk memikirkan, memilah, dan memilih siapa yang kita jadikan teman seperjalanan karena sadar bahwa sebuah perjalanan akan terasa sepi tanpa kehadiran seorang teman.

Kita semua tahu bahwa ujung dari setiap perjalanan hidup di dunia adalah kematian. Dan karena kita sadar akan itu, kita semua berusaha untuk mencari teman seperjalanan yang menyenangkan. Kita berusaha mencari teman seperjalanan yang mampu menjadikan proses menuju kematian menjadi masa-masa yang menyenangkan. Kita berusaha mencari teman seperjalanan yang mampu menjadikan proses menuju kematian menjadi sebuah perjalanan yang tidak perlu ditakutkan.

Karena bersama teman seperjalanan yang menyenangkan, perjalanan ke mana pun akan terasa menyenangkan. Bahkan perjalanan menuju kematian.
Share:

03 Februari 2014

Pecinta Hujan

Ternyata waktu memang bisa membuat kita berubah.

Ingat nggak waktu kecil dulu kita sering sekali bermain di luar ketika hujan? kita begitu gembira ketika hujan datang. Kita langsung berhambur ke luar. Kadang kita sambut hujan dengan bermain ke sungai untuk berenang. Kadang kita menyambut datangnya hujan membawa bola ke lapangan. Dan di lain waktu, kita menyambut hujan dengan jalan-jalan ke pekarangan tetangga untuk mencari buah mangga yang sedang jatuh, yang seringkali malah kita sendiri yang menjatuhkannya dengan bermodalkan batu atau pecahan genteng.

Dulu, kita menganggap hujan adalah teman. Kita tidak pernah merasa perlu untuk memakai pelindung apapun ketika hujan. Kalaupun sedang terpaksa, kita biasanya hanya menggunakan daun pisang untuk pulang sekolah bersama teman-teman kita. Dan sepertinya kita memang tidak benar-benar berniat berlindung dari hujan. Karena kita tahu kalau daun pisang bukanlah pelindung yang baik.

Dan kini, kita tidak lagi ramah pada hujan. Ketika sedang naik motor, kita langsung menepi untuk memakai pelindung. Ketika sedang berjalan, kita langsung membuka payung. Ketika sedang tidak membawa pelindung, kita langsung mencari tempat berteduh, menepi, dan berharap hujan segera pergi.

Ah, aku jadi ingat dengan kata-kata yang dibagikan oleh temanku melalui akun facebook-nya:
Kamu bilang kamu cinta hujan,
tapi kamu pakai payung tuk berjalan dibawahnya.
Kamu bilang kamu cinta matahari,
tapi kamu berteduh dari sinarnya.
Kamu bilang kamu cinta angin,
tapi saat dia datang, kamu segera menutup jendela.
Karena itu aku takut saat kamu bilang cinta.
Katanya sih itu itu kata-kata Bob Marley. Kamu tahu Bob Marley? Iya, penyanyi reggae yang legendaris itu. Aku memang bukan penggemar beratnya. Satu-satunya lagu Bob Marley yang aku tahu mungkin cuma "No Woman No Cry." Maaf, aku memang bukan penggemar musik reggae. Dan terlepas apakah quote tersebut benar-benar dari Bob Marley atau tidak, yang jelas aku punya kegelisahan yang sama.

Buat apa kita bilang cinta pada hujan kalau ternyata kita sering berlindung darinya? Bukankah cinta itu menerima?

Cinta itu bukan tentang siapa yang paling cepat mendapatkan. Tapi yang lebih penting dari itu, tentang siapa paling bisa lama bertahan. Karena bagi cinta, waktu adalah sebenar-benarnya ujian.

Apa yang kita cintai hari ini tidak akan selamanya kita cintai. Kebersamaan hari ini pun bukan jaminan bagi kebersamaan di esok hari. Akan ada masanya bagi cinta untuk merasa bosan. Tapi yang jelas, ada banyak sekali kesempatan bagi kita untuk membuat proses mencintai semakin menyenangkan. Persis yang kita lakukan waktu kecil, ketika kita masih mencintai hujan. Ketika kita bosan bermain di sungai, kita pergi ke lapangan. Ketika sudah bosan bermain di lapangan, kita pergi mencari (mencuri lebih tepatnya) mangga di banyak pekarangan. Sepertinya kita memang harus belajar mencintai lagi. Seperti ketika kita tidak pernah kehabisan cara untuk mencintai hujan.

Dan terakhir, aku pernah dengar, konon katanya, cinta hanya akan merasa bosan ketika tidak dianggap ada, tidak dihargai, dan tidak pernah diperjuangkan.

Dariku, pecinta biru langit.
Untuk kamu, pecinta hujan.
Share:

02 Februari 2014

Kesan Pertama

Adakah yang lebih menyenangkan daripada bertemu kamu di musim hujan? Aku rasa tidak banyak.

Hai, maaf kalau aku lupa memperkenalkan diri. Aku adalah salah satu penggemarmu sejak SMA. Iya, sejak SMA. Karena baru di saat SMA itu lah aku bisa lebih sering bertemu kamu. Karena sejak SD sampai SMP aku sekolah di dekat rumah jadi tidak terlalu sering main-main ke luar.

Aku memang tidak ingat sejak kapan aku mulai suka kamu. Tapi aku selalu ingat salah satu tempat favoritku menemukanmu. Di sebuah sudut sekolah SMP negeri di depan perumahan Puskopad, Sooko, Mojokerto. Tepat di depan sebuah gerai Alfamart. Kalau aku ingat-ingat lagi, sepertinya di tempat inilah aku pertama kali jatuh cinta padamu.

Selain di sana, salah satu tempat favoritku untuk menemukanmu adalah di depan MAN Mojokerto. Tapi kalau disuruh memilih, aku lebih suka bertemu kamu di tempat pertama daripada di tempat yang aku sebutkan kedua ini. Tempat yang pertama memang kecil, aku tahu. Tapi aku merasa lebih nyaman untuk berlama-lama bersama kamu di sana. Asal kamu tahu.

Dan kini, setelah lulus SMA, aku jarang bermain ke sana lagi. Mungkin hanya sesekali ketika ada keperluan dan kegiatan di sekitar kota. Karena seperti yang kamu tahu, kalau sudah di rumah, aku jarang sekali main keluar. Singkat kata, tiap kali di rumah, aku mendadak jadi introvert total.

Kalau sedang kangen berat sama kamu, aku biasanya pergi ke tempat di dekat pasar tradisional dekat rumah. Tempatnya tidak begitu jauh dari rumah. Mungkin hanya sekitar 2-3 km. Kurang lebih 5 menit kalau ditempuh menggunakan motor. Dan aku rasa, mungkin hanya tempat ini yang bisa menyaingi tempat pertama ketika aku jatuh cinta padamu.

Di Surabaya? di Surabaya lebih mudah menemukanmu. Asal kamu tahu. Ada beberapa tempat favoritku untuk menemukanmu di sekitar kampus. Bahkan kadang kalau beruntung, aku cukup menunggu sampai sekitar jam 5 sore sebelum kamu lewat bersama abang-abang dari Lamongan yang sedang jalan kaki bersamamu. Dan di sekitar tempatku tinggal sendiri ada 2 tempat.

Meski di Surabaya lebih mudah menemukanmu, menurutku tidak ada tempat yang bisa mengalahkan tempat yang pertama. Karena di sanalah aku kali pertama merasa bahwa kamu begitu istimewa. Dan sejak saat itu, aku tidak pernah bisa untuk berhenti mencintaimu. Sejak saat itu, aku jadi yakin kalau cinta pada pandangan pertama itu memang ada.

Terima kasih banyak, Mie Ayam.

Salam kenal,
Penggemarmu (nomor satu).
Share:

01 Februari 2014

Tetap Hangat

Sudah 5 tahun lebih kita berkenalan tapi baru kali ini aku menyapa kamu lewat surat seperti ini. Miris sekali ya? Haha

Akhir-akhir ini kamu tidak seperti biasa, kamu menjadi lebih dingin. Apa jangan-jangan karena musim hujan ya?

Ngomong-ngomong, aku tidak kamu yang dingin seperti ini. Yang membuat aku suka dengan kamu adalah kehangatanmu. Dingin sebenarnya tidak masalah. Tapi aku merasa dinginmu itu dibuat-buat. Tidak cocok dengan karaktermu yang terkenal hangat. Meski menurut sebagian orang kamu sudah bukan hangat lagi sih. Tapi hot!

Oke, aku sepakat kalau yang dingin selalu bikin penasaran. Tapi aku merasa kamu lebih cocok menjadi sosok yang "hot" daripada pura-pura menjadi dingin hanya karena ingin menyesuaikan diri dengan suasana.

Aku dengar beberapa bulan terakhir ini kamu mendapat masalah yang cukup rumit ya? kalau nggak salah dengar sih ada hubungannya sama mafia gitu. Duh, semoga masalah kamu cepat selesai ya.

Dan tak lupa, aku mohon maaf kalau selama ini aku sering berlaku kurang baik kepadamu, Surabaya.

Salam hangat,
pendudukmu.
Share: